Meredam Gelisah Hati Untuk Menggapai Ridho Ilahi
Kegelisahan terlahir akibat
tidak adanya keseimbangan antara harapan dari hati, pikiran dan kenyataan.
Adanya permasalahan hidup manusia muncul kepermukaan lebih disebabkan oleh
hanya semata-mata dipersepsikan pada logika berpikir yang sempit. Itulah
sebabnya, mengapa kebanyakan dari kita mendefinisikan masalah berupa kesenjangan antara harapan
dengan kenyataan yang terjadi. LEBIH dari itu, harusnya dalam hidup
seorang mukmin segala apa yang terjadi dalam kehidupan ini diposisikan
semata-mata atas kehendak-Nya.
Bukan mengandalkan
semata-mata pada persepsi akal manusia, sebab kadang kala akal ini terselimuti
oleh tumpukkan kotoran-kotoran hawa nafsu manusia itu sendiri. Allah Subhanahu
Wa Ta’ala dalam QS. Taghaabun [64]: 11, mengingatkan kepada kita bahwa tidak
ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang, kecuali dengan ijin Allah. Dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada
hatinya.
Ketidakadaan atau
tenggelamnya kesadaran pola pikir seperti itu, maka akan melahirkan kegelisahan
hidup manusia. Pasalnya bagi manusia model demikian tidak menyadari sepenuhnya
akan sunnatullah kehidupan manusia yang selalu dihadapkan pada sejumlah besar
tantangan.
Tantangan, pada hakikatnya
bukan untuk dihindari, melainkan justru untuk dilakoni. Hidup itu sendiri
adalah tantangan, adalah masalah. Mengapa kita mesti menghindar? Di sinilah
kadang-kadang kita lupa pada kesejatian diri.
Di mana pun dan kapan pun
kita hidup, masalah dan tantangan akan selalu datang menjemput. Hidup adalah
inheren, sekaligus identik, dengan masalah dari tantangan itu sendiri. Kalau
kita menghadapinya dengan hati tegar dan ikhlas, semua masalah itu akan sirna.
Kalau kita tertelikung dengan masalah, sesungguhnya bukan masalah itu sendiri
sebagai masalah.
Yang menjadi masalah adalah
cara kita sendiri yang salah dalam menghadapi masalah. Bagi sebagian orang
kegelisahan hati itu muncul didasari oleh perilaku kita yang belum sampai ke
tingkat yakin akan sangat dekatnya pertolongan Allah. Artinya segala persoalan
dan kesulitan yang ada dan menimpa kita –sekecil apapun—justru seringkali
membuahkan rasa cemas dan gudah gulana yang membuat gelisah hatinya.
Kondisi hati yang gelisah
akan berdampak pada persepsi menyikapi hari demi hari hidupnya dengan aneka
keluh kesah, amarah, dan perilaku yang serba salah. Lebih jauh kondisi ini
menyebabkan hidup terasa sumpek, mumet, rumit, dan membuat sakit kepala
menghinggapi kita.
Kesannya, segala yang
tersaji di hadapan kita, terasa semakin membebani hati dan pikirannya.
Pentingnya Meredam Gelisah Hati. Keberadaan masalah dalam hidup adalah sesuatu
yang wajar. Namun, manakala sikap kita yang tidak tepat dalam menghadapi dan
memposisikan masalah tersebut, maka inilah sebenarnya yang menjadi awal munculnya
penyakit gelisah hati. Adanya gelisah hati dalam hidup kita, bila tidak
hati-hati tentu tidak jarang akan menjadi jalan yang terbentang bagi
terjerumusnya ke jurang maksiat.
Dengan demikian, dalam hidup
manusia sangat diperlukan adanya perilaku meredam gelisah hati. Pentingnya
meredam gelisah hati ini, tidak lain didasarkan pada kenyataan bahwa perasaan
cemas, gelisah, keluh kesah, dan amarah jelas tidak akan mengubah apa pun,
malahan justru akan menyengsarakan hati dalam jurang kegelisahan berikutnya.
Dan lebih parah lagi, ia
hanya akan membuat dirinya semakin jauh dari pertolongan Allah Naudzubillah.
Jadi, alangkah ruginya bagi mereka yang tidak mampu menikmati hidup lantaran
terbelenggu gembok-gembok perasaan cemas, khawatir, tegang dan pikiran kalut
yang merupakan penyubur hadirnya kegelisahan hati seseorang.
Jika anda tidak mau menjadi
ahli stres dan ingin menikmati hidup, maka anda harus mencari jalan keluarnya.
Kiat Meredam Gelisah Hati Menghadapi berbagai persoalan hidup dan kehidupan
ini, menurut Dr.H.Muslim Nasution (2002) selalu menjadikan batin seseorang
gelisah, tak tenang, dan tak tentu arah. Terkadang, yang membuat itu terjadi
bukan hanya hal-hal yang bersifat cobaan atau derita, tetapi juga hal-hal yang
berbentuk kenikmatan dan kebahagiaan. Artinya apa pun bentuk
problematika/kejadian hidup yang terjadi pada kita, mestinya direspon dengan
sikap yang tenang dan tentram. Lebih jelasnya, Allah menginformasikan dalam
Alquran surat al-Hadiid; 23, yang artinya: “(Kami jelaskan yang demikian itu)
supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu…” Di sini
masalahnya tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk menggapai sikap
terbiasa tenang dan tentram dalam setiap kali menghadapi segala persoalan hidup.
Namun demikian, bukan pula berarti menjadi sesuatu hal yang tidak mungkin
dicapainya.
Tapi, yang jelas terciptanya
sikap jiwa yang senantiasa tenang dan tentram merupakan buah ketekunan dari
latihan dan kegigihan menggapainya.
Dan lebih dari itu, kalau
kita cermati dari beberapa keterangan sebenarnya ada beberapa kiat yang bisa
kita lakukan untuk meredam gelisah hati ini.
Pertama, memiliki ilmu yang
benar.
Ilmu adalah modal awal untuk
dapat meredam kegelisahan hati seseorang. Janganlah sekali-kali bermimpi dapat
hidup tenang dan bahagia (baca: terbebas dari gelisah hati) sekiranya belum
memiliki ilmu yang benar untuk mengarungi jalan hidup yang tidaklah lurus dan
bersih dari berbagai kendala.
Kedua,
pergilah ke majelis pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah
Ketiga,
pergilah ke tempat orang yang membaca Alquran, kau baca Alquran atau
dengarkanlah baik-baik orang yang membacanya.
Keempat,
atau carilah waktu dan tempat yang sunyi, kemudian ber-khalwat-lah untuk
menyembah-Nya.
Misalnya di tengah malam
buta, ketika orang-orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan shalat
malam, memohon ketenangan jiwa, ketentraman pikiran, dan kemurnian hati
kepada-Nya.
Kelima, kita harus yakin
kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Sebagian dari kita manakala
gelisah hati datang, ternyata amat sibuk dengan pikiran yang mencemaskan
perbuatan-perbuatan makhluk dan mengharapkan datangnya bantuan makhluk. Padahal
secara nyata, tidak ada satu pun yang dapat menimpakan mudharat atau mendatangkan
manfaat, selain dengan ijin-Nya. Allah berfirman, “Jika Allah menimpakan suatu
kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya, kecuali Dia.
Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu maka tiada yang dapat menolak
karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya di
antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Yunus [10]: 107). Dengan demikian, setiap pilar-pilar kejadian yang
menimpa kita sebenarnya akan menjadi sarana yang paling tepat untuk bermunajat
kepada Allah, sehingga membuat kita semakin ingat pada-Nya, taqarrub dan tidak
pernah bisa lupa kepada-Nya.
Perilaku seperti itulah
sebenarnya rahasia ketenangan dan kebahagiaan sejati di dunia yang insya Allah
akan menjadi bekal kebahagiaan yang kekal di hakerat nanti. Allah berfirman,
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah. Ingat, hanya degan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.
Orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat
kembali yang baik.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 28-29).
Keenam, kuasai diri dengan
sebaik-baiknya.
Adanya suatu persoalan hidup
dirasakan pahit dan amat berat, maka sebetulnya semua itu semata-mata karena
kita belum mampu memahami hikmah di balik kejadian tersebut. Oleh karena itu,
bilamana datang suatu kejadian yang mencemaskan, segeralah kuasai diri dengan
sebaik-baiknya. Jangan menyiksa diri dengan pikiran yang diada-adakan atau
mempersulit diri, sehingga semakin menyiksa. Artinya janganlah sedikitpun
terbesit dalam pola pikir kita sesuatu anggapan bahwa rencana kita lebih baik
daripada rencana-Nya. Untuk itu, ketika kegelisahan hati muncul dalam hidup
keseharian, maka hendaknya kita saat itu pula ingat akan firman Allah dalam QS.
Al-Baqarah [2]: 216, yang artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal
ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”
Ketujuh, sempurnakan ikhtiar
untuk mendapatkan pertolongan-Nya.
Dalam hidup ini harus kita
yakini bahwa setiap segala kejadian tentu atas ketentuan-Nya. Artinya manakala
kegelisahan hati mendera kita, maka segeralah kembalikan segala urusan kepada
Allah. Hujamkan keyakinan dalam hati akan kesempurnaan pertimbangan dan kasih
sayang-Nya serta segera bulatkan tekad bahwa Allah-lah satu-satunya pemberi
jalan keluar dalam hidup ini. Langkah selanjutnya, setelah hati dan keyakinan
kita bulat, segeralah pula bulatkan ikhtiar untuk memburu pertolongan Allah
dengan amalan-amalan yang dicintai-Nya. Kekuatan ikhtiar ini merupakan
kesempurnaan akan kekuatan manusia untuk mengatasinya. Hal ini seperti
diingatkan Allah dalam QS. Ar-Ra’d [13]: 11, yang artinya: “Sesungguhnya Allah
tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah nasibnya
sendiri. Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak
ada yang dapat menolaknya. Dan sekali-kali tidak ada perlindungan bagi mereka
selain Dia.” Menggapai Ketentraman Hidup Adanya usaha untuk meredam gelisah
hati, sebetulnya merupakan salah satu ikhtiar kita dalam menggapai kondisi
ketentraman hidup.
Namun demikian, usaha
tersebut belumlah lengkap bila tidak kita dukung dengan perilaku keseharian
lain yang dapat mencapai hasil maksimal menuju nuansa ketentraman hidup
manusia. Paling tidak ada empat perilaku keseharian yang dapat kita lakukan
untuk mendukung menggapai ketentraman hidup itu. Pertama,
memiliki kemampuan dalam mengendalikan hati dengan cara membangun ketrampilan berupa
mengelola hati menuju kesuciannya. Kedua,
hindari perasaan-perasaan minor berkait dengan kegelisahan hati. Yakni dengan
melakukan penilaian secara jujur atas apa keuntungan dari sikap yang
memperpanjang kegelisahan hati itu. Artinya sepanjang kita hanya mempersoalakan
kenapa gelisah hati itu menimpa kita tanpa bersikap jujur untuk segera
melakukan instrospeksi dan mencari jalan keluarnya, maka yakinlah bahwa itu
hanya membuahkan penderitaan berkepanjangan dan merugikan diri sendiri.
Ketiga, menghindari perilaku yang menyebabkan terjadinya
gelisah hati. Ketentraman hidup dapat tercapai bila kita mampu untuk mencegah
dan menghindari segala sesuatu perbuatan yang memicu munculnya gelisah hati. Keempat, niatkan segala perilaku hidup dengan ikhlas.
Dengan melakukan perilaku ikhlas terhadap amalan-amalan yang telah dilakukan
walaupun tampak kecil dan sepele dengan cara terus menerus, justru akan dapat
membuahkan ketenagan batin, sehingga insya Allah akan membuahkan pula suasana
kehidupan yang sejuk, lapang dan indah mengesankan. Akhirnya hadirnya gelisah
hati dalam hidup sudah seharusnya kita redam untuk menggapai ketentraman. Dan
jadikanlah gelisah hati yang menimpa kita itu sebagai ladang amal dalam
meningkatkan keimanan kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Amin. Wallahul musta’an.
subhanallah, indah sekali untaian kata2 dan nasihat yang diberikan. Terimakasih dan mohon doanya untuk dapat memperbaiki diri.
BalasHapus